Minggu, 12 Desember 2010

Ibuku Sakit

Hari ini Vita tak bersemangat untuk sekolah. Wajah manisnya tampak murung. Yuni, sahabat sekaligus teman sebangkunya jadi heran. Selama ini, selain rajin dan pintar, Vita juga dikenal sebagai murid yang riang di kelas. Apalagi sekarang hari Jumat, hari ini ada pelajaran olahraga kegemaran Vita.
                “Kamu sakit ya, Vit?” Yuni bertanya pada Vita saat jam istirahat.
                Vita tak menjawab. Ia hanya menggeleng lesu. Sesampainya di kantin pun, wajah Vita masih tetap murung. Ia termenung memandangi siomay Mang Ujang, jajanan favorit para siswa SD Palang Merah.
                “Hey, daripada siomaymu dimakan lalat, lebih baik berikan saja padaku ya…. Aaammm…” canda Yuni sambil pura-pura mengambil sepotong siomay Vita dengan garpu. Melihat tingkah Yuni yang lucu, Vita tersenyum.
                “Lumayan, biarpun sedikit, yang penting kamu sudah senyum,” Yuni menyeringai puas.
                “Vit, ada apa sih? Dari pagi sampai siang, kamu kok diam terus? Marah sama aku, ya?” Yuni bertanya-tanya dalam hati.
                “Maaf, ya, Yun, aku buat kamu bingung. Pulang sekolah nanti, aku ceritakan masalahku, deh,” kata Vita seperti mengerti isi pikiran Yuni.
                “Bener?” Yuni melonjak senang karena sahabatnya akhirnya mau bicara.
                Sekarang giliran Yuni yang gelisah. Ia penasaran. Pulang sekolah nanti, apa yang akan diceritakan Vita? Jangan-jangan dugaannya benar. Mungkin ada sikapnya yang membuat Vita marah atau tersinggung.
                “Ibuku sakit, Yun…” cerita Vita akhirnya, ketika bel sekolah berbunyi. Makanya sejak berangkat sekolah tadi, aku sudah tidak bersemangat. Kasihan ibuku sendirian di rumah. Ayah keluar kota. Pembantuku pulang kampung!” Vita buru-buru memasukkan alat tulisnya ke dalam tas.
                “Aku khawatir… sebab tidak ada yang memasak untuk Ibu. Kalau ibuku lapar, bagaimana? Tadinya aku mau bolos saja, tapi ibu melarang,” Vita tampak menangis ketika melangkah ke arah gerbang sekolah.
                “Ssst… aku ngerti, Vit. Tapi kamu jangan nangis, dong. Malu tuh, dilihat Pak Satpam!” Yuni merangkul bahu sahabatnya.
                “Sekarang, kan, waktu makan siang, mungkin ibumu sudah lapar. Ayo, kita segera ke rumahmu. Di jalan, kita pikirkan mau masak apa,” kata Yuni tegas.
                Mereka pun bergegas keluar gerbang. Tak lupa tersenyum kepada Pak Satpam yang setia membuka gerbang sekolah mereka.
                Ketika melewati toko swalayan kecil di kompleks rumah Vita, Yuni menarik tangan Vita. “Ayo kita beli bahan makanan untuk ibumu,” ajak Yuni.
                Dengan cekatan Yuni mengambil sebungkus sosis, bumbu kaldu instan, dan bawang goreng.  “Memangnya kamu mau masak apa, Yun?” Tanya Vita heran. Yuni hanya tersenyum.
                Setiba di rumah Vita, mereka melihat Ibu Vita sedang berusaha memasak di dapur. Ibu Vita tampak lemah. Yuni bergegas memapah Ibu Vita ke kamar.
                “Tante tunggu sambil tiduran saja. Biar saya dan Vita yang membuat bubur,” Ujar Yuni ramah.
                Ia dan Vita lalu sibuk di dapur. Mereka mengiris-iris sosis lalu memasukkannya dalam bubur. Yuni lalu membubuhkan setengah sendok garam dan sedikit bumbu kaldu instan.
                Tak perlu menunggu lama… hmmm, harumnya bubur masakan Vita dan Yuni tercium dari arah dapur. Tidak kalah dengan bubur ayam yang mangkal di depan sekolah mereka.    
                Ibu Vita kini menikmati lezatnya bubur sosis buatan Vita dan Yuni. Kesedihan Vita segera hilang setelah melihat senyuman Ibu yang begitu cerah.
                “Kalian berdua anak hebat. Terima kasih, ya. Sekarang Ibu sudah kenyang dan harus minum obat,” ujar Ibu bangga.
                “… lalu istirahat,” sahut Vita dan Yuni bersamaan.
                “Tapi ngomong-ngomong, apa ibumu tidak mencari kamu, Yun? Tadi pulang sekolah, kamu langsung ke sini, kan? Ayo, cepat telepon Ibumu dulu!” kata Ibu Vita sambil menunjuk telepon di meja kamarnya.
                “Tidak usah khawatir, Tante, terima kasih. Sebelum ke sini, Yuni sudah SMS Ibu, kok,” ujar Yuni ramah sambil menunjukkan HP mungilnya di saku.
                Vita merangkul sahabatnya dengan terharu, “Untung saja aku punya sahabat baik kayak kamu, Yun. Tapi… aduh! Hidungmu jangan kembang kempis begitu, dong, ha ha ha…”
                “Dan kamu, makanya jangan cepat panik dan nangis. Belajar masak yang gampang-gampang, dong, buat keadaan darurat!” balas Yuni.
                Di sela tawa ceria mereka, Vita sempat berdoa dalam hati. Semoga Ibu cepat sembuh dan Tuhan membalas kebaikan hati Yuni, sahabat terbaiknya.

1 komentar: