Rabu, 29 Desember 2010

Keputusan Yang Adil

“Ini punyaku!”
“Punyaku!”
“Pokoknya punyaku!”
“Tidak… tidak… ini punyaku!”
Perdebatan yang nyaring ini menarik perhatian Indra yang baru pulang dari belajar kelompok untuk persiapan Ujian Akhir Nasional. Dilihatnya Yosi dan Johan saling berhadapan dengan wajah tegang.
“Hei, hei, ada apa ini?” Tanya Indra.
“Eh, Kak Indra! Kak, tadi Yosi menemukan anak anjing ini. Yosi mau memeliharanya. Tapi kata Johan, anjing ini punyanya!” kata Yosi. Ia menunjuk ke anjing putih yang meringkuk dalam kotak di dekat mereka. Sepertinya anjing itu dibuang pemiliknya.
“Kak, anak anjing ini, kan, ditaruh di depan rumah Johan. Mungkin anjing ini memang dikirim buat Johan!” Johan menerangkan.
“Bukan di depan rumah, tapi di luar pagar rumah! Pasti bukan dikirim buat kamu! Iya kan, Kak?” kata Yosi sambil memandangi Indra.
Indra memegang dagu, memandang ketiganya. Yosi, Johan, dan anjing kecil putih yang mereka perebutkan. Otaknya berputar mencari jalan keluar.
“Hm… anjing ini ditemukan di depan rumah Johan. Tapi Yosi yang pertama kali menemukannya. Mmm, begini saja, kalian bergiliran memelihara anjing ini selama satu minggu. Setelah itu kita lihat, siapa yang paling berhak memeliharanya. Setuju?”
Yosi dan Johan berpandangan, lalu mengangguk tanda setuju.
“Sekarang Johan boleh memelihara anak anjing ini. Minggu depan Kak Indra dan Yosi akan datang menjemputnya. Dua minggu lagi kita ambil keputusan!” kata Indra tegas.
Dua minggu kemudian mereka berkumpul di rumah Yosi. Anak anjing itu menyalak menyambut kedatangan Johan dan Indra.
“Baiklah, sekarang Kak Indra punya beberapa pertanyaan. Jawaban kalian menentukan siapa yang akan memelihara anjing putih ini.”
Johan dan Yosi mengangguk bersamaan.
“Pertama, apa makanan yang disukai si kecil ini?”
“Biskuit!” jawab Yosi yakin.
“Daging!” jawab Johan tak kalah yakinnya.
“Yang kedua, apa yang terjadi kalau anak anjing ini melihat rantai?”
“Lari!” jawab Johan.
“Menggonggong dan ekornya bergoyang-goyang!” jawab Yosi.
“Baiklah, sekarang yang terakhir,” kata Indra sambil mengangkat anjing kecil itu ke pangkuannya lalu mengelus punggungnya, “Tadi Kak Indra lihat, ada bercak cokelat di badan anak anjing ini. Ayo, di mana letak bercak cokelat itu?”
Keduanya terdiam sejenak. Mereka sama-sama tidak tahu.
“Di perut…” kata Johan agak ragu, mencoba menebak.
Yosi menggelengkan kepala, “Yosi tidak tahu, Kak. Yosi tidak pernah melihat ada bercak cokelat!”
“Hm, baiklah. Sekarang kita buktikan jawaban-jawaban kalian. Nah, Yosi, apa kamu punya daging dan biskuit?”
Yosi mengangguk lalu masuk ke dalam. Ia muncul lagi membawa sekerat daging ayam dan sepotong biskuit. Indra melepas si putih. Anjing itu langsung mengendus dan menggigiti daging ayam yang tersedia.
“Yes! Terbukti kan jawaban Johan!” teriak Johan girang. Tetapi ia bingung ketika si anjing putih juga melahap biskuit di sebelahnya.
“Nilai kalian sama!” ujar Indra, “Nah, sekarang jawaban kedua! Kak Indra mau tanya dulu, alasan jawaban kalian!”
“Oh, soal rantai, ya. Iya, anjing ini pasti lari kalau melihat rantai, karena takut diikat. Iya, kan? Tapi Johan tidak pernah mengikatnya. Dia bisa lari bebas di halaman rumah. Johan kan sayang dia!” Johan menjelaskan jawabannya.
“Yosi?”
“Dia biasanya menggonggong dan menggoyangkan ekor kalau Yosi bawa rantai. Mungkin dia tahu, itu tandanya dia akan dibawa jalan-jalan!” jawab Yosi.
Indra mengangguk-angguk lalu mengeluarkan rantai dari sakunya. Benar saja, anjing itu langsung menggonggong senang dan mengibas-ibaskan ekornya dengan cepat. Yosi tersenyum lebar. 1-0. Johan langsung cemberut. Namun masih ada satu kesempatan. Tadi Yosi tidak menjawab pertanyaan terakhir! Mudah-mudahan tebakanku benar, pikir Johan.
“Hmm… tampaknya Yosilah yang berhak memelihara anjing kecil ini!” kata Indra memutuskan.
“Lo, pertanyaan terakhir kan belum dibuktikan, Kak! protes Johan.
“Tidak perlu!” jawab Indra. “Sebenarnya bercak cokelat itu tidak ada! Nah, Yosi, kamu tahu dari mana?”
“Kemarin Yosi memandikannya. Jadi kalau ada bercak cokelat, pasti kelihatan, kan?” jawab Yosi.
“Sudah jelas sekarang. Johan, memelihara binatang itu bukan cuma diberi makan dan diajak bermain. Tetapi harus dirawat sungguh-sungguh dan penuh perhatian. Kamu tidak kecewa, kan, kalau anjing ini dipelihara Yosi?”
Johan terdiam sejenak, lalu mengangguk.
“Tapi… kalau aku ke sini, boleh kan main-main dengannya?” Tanya Johan.
“Oh, tentu saja! Snow White juga pasti akan senang!” jawab Yosi sambil memangku anjing yang sudah diberinya nama itu. Snow White menyalak girang. Yosi lalu menyodorkan pada Johan, yang langsung mengelusnya dengan sayang.
Indra tersenyum lega. Ia telah membuat keputusan yang adil untuk kedua adik sepupu yang sama-sama disayanginya itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar